PLATBEKASI.COM – Pengadilan Negeri Cikarang membongkar bangunan yang sedang sengketa dipengadilan menjadi polemik bagi penghuni cluster setiamekar residen 2, diduga eksekusi pembongkoran harus nya bersurat ke BPN kabupaten untuk pengukuran ulang. Kepala kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi mengatakan, berbeda dari ajudikasi. Memang N325 tahun 1995 dipecah berubah karna pemecahan menjadi 704 705 706 707. Nah kalau ditelusuri lebih dalam kalau kita jumlah hasil pecahan tadi itu sudah berkurang dari 3,6 hektar. Kenapa? Karena memang pada tahun 1995 mungkin petugas Bpn pada saat mengukur melihat ada penguasaan pihak lain sehingga dikeluarkan dari sertipikat.
“Jadi kalau kami lihat 704 dan 706 itu tidak persis sama lagi dengan yang sebenarnya karna ada penguasaan penduduk di kiri kalau ini disebelah kanan jalan. Jadi kalo telusuri seperti itu.” ujarnya saat ditemui seusai bertemu pemilik rumah dan ruko di Tambun Selatan.
Menurutnya, nah 705 itu lah yang jadi kluster yang dibeli oleh pak bari dari tunggul parulian. Dapat digaris bawahi berdasarkan data yang kami baca, 705 itu sebelum di jual ke Bari ada perdamaian dalam bentuk akte yang dibuat tahun 2002,sehingga dari akta itu semula ada sita jaminan di buku tanah 705 diangkat sita jaminanya tgl 7 april 2002 setelah perdamaian.
Dengan diangkatnya sita jaminan, bisalah dilakukan perbuatan hukum peralihan sampai ke pemecahan perumahan.
“Jadi perlu ditegaskan juga 705 dan 706 yg terkena dampak itu beda case ya, 706 itu berbatasan dengan masyarakat dari data ya, 705 memang bagian masyarakat yang punya perumahan disitu bagian dari 705.” tegasnya.
Saya tambahkan, Bpn Kabupaten Bekasi tidak pernah menerima permohonan pengukuran sesuai pasal 93 ayat 2 PP 18 tahun 2021 itu merupakam kewajiban panitera, bahwa sebelum dilakukan eksekusi, panitera wajib memohon pengukuran kepada kantor pertanahan untuk memastikan letak dan batas bidang tanah yang akan dieksekusi.
“Nah ketika tidak ada permohonan itu, berarti tidak ada pengukuran, pengukuran itu maknanya untuk memastikan apakah data sertipikat yang ada di BPN dengan lokasi sesuai. Jadi tentu kalau yang eksekusi tanpa terlebih dahulu pengukuran dapat diyakini bahwa data proses eksekusi bukan data fisik yang ada di BPN. Itu menjadi masalahnya ketika tidak diukur. Jadi pasal 93 ayat 2 wajib panitera memohon untuk mengukur.” terangnya.
Sambungnya, dari Pengadilan pak tunggul sempat menuntut mengenai mau membatalkan eksekusi. Apa artinya sebelum dibeli sudah ada sengketa? Memamg ada 2 hal dalam konstruksi hukum ada namanya sita jaminan ada sita eksekusi. Nah sita jaminan itu sudah diangkat dengan perdamaian. Ketika dikemudian hari ada sita eksekusi tentu sebenernya akta perdamaian ini harus dipertimbangkan karna itu merupakan hukum bagi para pihak. Nah itu harus dipertimbangkan sebenarnya ketika membuat berita acara eksekusi.
“Intinya sebelum dibuat kluster tanah itu sudah sengketa? Saya akan baca lagi datanya ya, tapi yg pasti dasar semuanya adanya akta perdamaian yg saya lihat dari data. Karna BPN tidak menjadi pihak dari mulai perkara ini berjalan tahun 1996 sampai 1999 BPN tidak menjadi pihak.
Ada 5 tergugat setelah saya baca tapi salahsatunya tidak ada BPN.” imbuhnya.
BPN tidak dilibatkan selama perkara ini berjalan?
Tidak, karna tidak menjadi pihak. Harusnya BPN bisa jadi tergugat untuk menghadirkan data2.
“Untuk warga klaster sesuai dengan denah yang dieksekusi? Iya karna itu bagian dari 705. Kalau ini tadi saya bilang seakan2 di 706 maka harus perlu pengukuran untuk memastikan di dalam 706 atau tidak.” pungkasnya. (red)